Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Biografi Gus Muwafiq, Afiq

Afiq

Secara usia dan angkatan kami belum memungkinkan bersua langsung. Tapi, saya bersua dan bertarung kapasitas dengan kader-kader binaannya. Dan, kala itu, masih mendapati jua aksi langsung pemikirannya di jalanan. Di kampus perjuangan revolusioner: IAIN Sunan Kalijaga.

Masa 2000 ia dan kelompoknya berupaya gigih agar tak lepas dalam kekuasaan "abadi" di Dewan Mahasiswa. Era partai kampus dimulai. Semua elemen di luar kelompoknya bersatu: melawan k
ader-kadernya. Jangan tanya soal moral politik hingga perilaku sebagai penguasa. Semua jijik atas kelompoknya.

Masa itu tinggal IAIN Jogja yang belum tumbang. Ciputat berhasil direbut, menaikkan kader HMI bernama Burhanudin yang kelak jadi tukang prediksi pemilu dengan hitung cepat. Tak ayal, kader bangkot diterjunkan buat menjaga marwah kelompok. Jangan sampai Jogja direbut para modernis.

Tiga tahun kemudian. Ia saya dapati di barisan depan kubu penolak RUU Sisidknas. Berkopiah, gondrong dan kemeja putih digulung lengannya. Memegang toa di depan para suster dan jemaat tertentu serta mahasiswa kampus agama di bilangan Gejayan dan Babarsari. Sebarisan perempuan berjilbab dan mahasiswa berkopiah ada pula di dalamnya.

Di dua momen itu, kami para seteru politiknya cukup panggil: Afiq. Tak ada, apalagi merasa perlu, rasa takzim karena memang kami setara. Bukan siapa-siapa dia. Apalagi ukuran moral jadi tolok ukurannya. Hanya dekat dengan Presiden Gus Dur dan pengakraban, itu saja hingga sebutan "cak" disemat. Tak akan ada sapa "yai" apalagi "kiai gus".

Sampai akhirnya masa bergulir. Namanya jadi harum disebut. Meski dengan konstruksi berpikir yang terkesan "suka-suka". Tapi bahayanya: ia jadi anutan. Ada sekian jamaah siap membela. Ini rawan. Beda ketika ia jadi lelaki biasa. Semua begitu telanjang dan kami bisa berhujat tanpa harus pikirkan akan ada banyak orang secara gegabah membelanya selaiknya menjaga marwah ulama berintegritas.

Sayangnya, imbas sublim peng-gus-an ini tak disadari komunitasnya. Seolah natural dan patut (walau itu biarlah ranah kelompok keagamaan tersebut). Tanpa memikirkan ada kontradiksi perlakuan dan berpikir. Kadang begitu lapang dada ketika agama dicerca, atas nama rahmatnya Islam. Tapi begitu ada anutan silap dicerca, membusunglah ashabiyah seakan urusan aqidah serumit cerca para pembenci Abul Hasan al-Asyari.

Kalau saja ia diterima sengaja lelaki pegitar, dengan segala kelebihan dan kekurangan, tanpa ada peng-gus-an, maka kans objektiflah yang ada. Sebab polahnya bukan soal strata dia atau laku maafnya, namun ini tentang kapasitas meletakkan sesuatu pada proporsi. Dia, si pegitar, masih perlu ditilik disapa sekira cukuplah nama langsung saja. Karena itu terpantas buatnya.

Dengan begitu, kita tak repot bila dia berkhutbah sesukanya. Karena maqam dia seorang cak yang politikus belaka. []

Dari Fb : Yusuf Maulana

Post a Comment for "Biografi Gus Muwafiq, Afiq"